Kisah Memilukan, Samuel Forrest Harus Memilih Istri atau Bayi dengan Sindrom Down

KEHIDUPAN Samuel Forrest berubah selamanya. Saat mendengar tangis bayi dari luar kamar rumah sakit di Armenia, Forrest pun resmi berstatus seorang ayah. Namun bukannya kebahagiaan, dilema justru menimpa pria Selandia Baru ini.

Petugas rumah sakit keluar membawa anaknya yang masih terbungkus selimut kecil, namun tak membiarkan Forrest melihat bayinya. "Saya tidak dibiarkan melihat anak saya (kemudian diberi nama Leo). Ketika dokter keluar, dia berkata bahwa ada masalah dengan anak saya," cerita Forrest kepada ABC News, Kamis (5/2).

Forrest kemudian diminta mengikuti dokter dan perawat ke sebuah ruangan di mana ia akhirnya bisa bertemu bayinya. "Ketika saya masuk ke ruangan, mereka semua berbalik kepada saya dan berkata, Leo memiliki sindrom down," ujarnya dengan nada lirih. "Saya shock," imbuhnya.

Namun darah seorang ayah sudah mengalir deras pada diri Forrest. Setelah berita itu, dia bersikeras ingin segera melihat Leo. "Mereka membawa saya melihatnya, dan saya melihat dia, dan begitu indah. Dia sempurna dan saya benar-benar ingin menjaga dirinya," tutur Forrest.

Segera Forrest masuk ke kamar rumah sakit dimana istrinya berada, dengan Leo dalam pelukannya. Namun reaksi sang istri, Ruzan Badalyan (Armenia), tak seperti yang diharapkan.

"Saya mendapat ultimatum. Dia (Badalyan) mengatakan kepada saya jika saya ingin terus (merawat Leo) maka dia meminta cerai," kata Forrest.

Sindrom down, merupakan kelainan genetik yang terjadi pada kromosom. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental. Penderita sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol bisa berupa bentuk kepala yang relatif kecil atau kulit yang 'super' mengeriput.

Forrest mengatakan ia benar-benar tidak menduga bahwa pihak RS di Armenia itu pun tak memberinya dorongan untuk menjaga Leo. "Apa yang terjadi ketika bayi seperti ini lahir di sini, mereka akan memberitahu Anda bahwa Anda tidak harus menjaga mereka. Sementara istri saya juga sudah memutuskan," tutur Forrest.

Meskipun diultimatum istrinya, Forrest kukuh tak punya keraguan dalam pikirannya. Dia akan merawat buah hatinya ini. Itu berarti dia harus berpisah dengan sang istri.

Satu minggu setelah kelahirannya, ibu Leo mengajukan gugatan cerai. "Ini bukan apa yang saya inginkan. Saya bahkan tidak memiliki kesempatan untuk berbicara dengan dia lebih pribadi tentang hal itu," sesal Forrest.

Forrest, yang bekerja sebagai kontraktor bisnis freelance, memiliki rencana untuk dia dan Leo. Dia pun pindah ke negara asalnya Selandia Baru, di mana dia yakin akan menerima dukungan dari orang-orang terkasih.

Sementara itu, dia meminta beberapa bantuan pada halaman GoFundMe berjudul Bring Leo Home alias Bawa Leo Pulang.

"Saya tidak punya banyak (dana/keuangan), bahkan saya hanya memiliki sedikit. Tujuannya adalah untuk membuat saya setidaknya bertahan selama setahun sehingga saya bisa mendapatkan pekerjaan paruh waktu. Saya melakukan ini (galang bantuan) agar Leo tidak harus di tempat penitipan anak. Ini akan berbeda jika dia punya ibunya," ujar Forrest.

Forrest juga bergabung dengan kelompok-kelompok kesadaran cacat, berbagi kisahnya dengan harapan bahwa orang tua akan menjadi lebih terdidik pada anak-anak dengan kebutuhan khusus.

"Setelah apa yang saya lalui dengan Leo, saya tidak akan duduk dan menonton bayi dikirim ke panti asuhan. Sebagai seorang anak dengan sindrom down, kita akan melihat bahwa mereka yang normal. Mereka sedikit berbeda dari kita, tapi mereka masih normal. Leo hanya sedikit besar," ujarnya dengan besar hati.

Sementara itu, penggalangan dana Bring Leo Home sukses mengumpulkan lebih dari $ 100.000 dalam waktu kurang dari 24 jam. Forrest pun terpana dengan curahan dukungan tersebut. "Leo dan saya mengetahui di suatu pagi, kami mendapat bantuan yang bahkan melewati target kami. Leo beruntung memiliki dukungan dari ribuan teman di seluruh dunia," katanya.

Uang tersebut akan digunakan menemukan sebuah rumah di Auckland dan memberikan pendidikan buat Leo. Forrest bahkan berencana untuk menggunakan sebagian dana itu untuk mendukung orang tua di Armenia yang membesarkan anak-anaknya yang cacat.

"Kami juga ingin berbagi kelebihan dana dengan panti asuhan di Armenia yang secara teratur membutuhkan waktu ditinggalkan bayi sindrom down serta organisasi lain yang dapat membantu anak-anak ini," pungkasnya.